Selasa, 13 September 2011

Mengapa Terapi (kadang) gagal? Part 3

Baiklah, saya akan lanjutkan diskusi pribadi ini, saya hanya pengen nuangin isi pemikiran dan pola yang saya temukan terjadi pada diri, keluarga, teman dan siapapun yang pernah saya amati pola hidupnya.Terinspirasi dari pertanyaan, kenapa ya sariawan, batuk n pilek saya ndak sembuh sembuh? Padahal uda dihajar dengan berbagi metode penyembuhan?

Nah saya sering membaca dan mendengar kisah tentang orang yang berobat kesana kemari namun tak sembuh juga. Walaupun yang didatangi Dokter lulusan luar negeri, dukun sakti, terapis terkenal, Mahaguru yang punya pasien jutaan, tetap juga ndak sembuh sembuh. Yang ada malah makin menderita dan KO’IT.

Mengapa?

Dugaan saya karena akar masalah yang dicari diluar diri. Padahal menurut penelitian, rata rata sakit berat itu memang dari gangguan emosi. Nah pengalaman saya pribadi ternyata nggak hanya itu, gangguan emosi yang memang berakibat dari kesalahan kita dimasa lalu secara pribadi takkan dengan mudah hilang sebagaimana klaim yang banyak disebarkan.

Saya pribadi banyak mempelajari ilmu terapi dan menggunakannya untuk diri. Sebagian berhasil, sebagian tidak. Sebagian efeknya permanen namun pada waktu yang lain tak berfungsi sama sekali. Sebagian berefek namun Cuma sebentar saja.Kebanyakan sangat ampuh saat menyembuhkan orang namun pas sama diri sendiri kayaknya loyo hehehe...

Ada apa ini?!

Saya menemukan bahwa unsur kesalahan dimasa lalu mengakibatkan berbagai kejadian ‘menarik’ kita masuk dalam masalah yang sebenarnya sepele banget namun sepertinya kondisi kita, baik fisik, mental dan spiritual kita menganggap itu sebagai masalah yang besar  sekali (seperti saya, padahal udah mengendalikan diri supaya tetap nyaman namun tetap juga harus menjalani hukum timbal balik ini, karena kesalahan masa lalu yang suka jahilin orang, berdebat, mengeluarkan kata kata pedas, sombong dan sok sakti). Entah kenapa,padahal saya mempelajari pengembangan diri sejak kuliah namun saat dihadapkan pada orang jahil yang teman saya sendiri yang nota bene saya udah tau sifatnya dan harusnya udah pengertian, tetap saja menanggapi candaannya dengan emosi tinggi.

Padahal hanya becandaan, kenapa ya? Ah akhirnya saya tahu penyebabnya, rupanya ini balasan karena dulu saya juga suka jahil dan memancing perdebatan panas sehingga muka orang merah padam menahan marah. Bahkan guru saya sendiri pernah nyaris memukul saya gara gara saya ‘kalahkan’ didepan umum. Kekurang ajaran saya itu dulu sekarang sudah banyak terbalas dengan begitu mudahnya saya sakit hati, memendam emosi yang akhirnya jadi gangguan penyakit yang susah sembuhnya. Untung Cuma batuk, sariawan dan pilek. Padahal saya ini terapis lo! Kan buat malu aja?! Weleh weleh...

Kasus nyata lain lebih ‘gila’ dari ini.

Seorang bapak, pernah saya lihat langsung menjatuhkan martabat seseorang didepan umum. Kejadiannya kalo ga salah tahun 2002 atau 2003. Waktu itu rapat Pertanggung jawaban dan dia dengan berapi api mengkritik dengan sangat pedas,ketua Remaja Mesjid saat itu.

Singkat cerita, pada 2008, beliau diangkat sebagai ketua kenaziran. Anda tahu? Ada kejadian yang sebenarnya sangat sepele namun sangat menyakitkan hatinya. Saat beliau akan jadi imam, tiba tiba dari belakang beliau ditarik oleh seorang jamaah lainnya. Masalahnya kecil sekali, karena beliau waktu itu, hanya make celana panjang, sedangkan ada yang biasa menjadi imam menggunakan kain sarung. Waktu itu ashar dan beliau merasa sangat sakit hati karena merasa ditarik paksa dan digantikan yang lain. Beliau ‘merasa’dipermalukan didepan umum!

Anda mulai paham polanya? Lanjut…Nah saking sakit hatinya, setelah itu beliau mengundurkan diri, dan anehnya tiba tiba beliau terserang sakit daerah dada, kalo gak salah kanker paru paru. Saya juga sempat mencoba menerapi tetapi saya diterpa rasa malas untuk menerapi beliau. Dalam jangka setahun sejak peristiwa ‘penarikan’ itu. Beliau meninggal dunia. Semoga Allah memberi tempat yang terbaik karena beliau adalah seorang GURU yang sangat saya hormati. Namun dalam kasus ini, terbukti bahwa apa yang dilakukan dimasa lalu akan terhantam balik ke kita dimasa depan dengan berbagai cara dan waktu yang paling tepat. Positif maupun negative!

Hal yang sama juga terjadi pada beberapa da’iterkenal. Seorang da’I pernah secara terang terangan dalam ceramahnya menolak poligami. Dan beberapa tahun kemudian, beliau berpoligami dengan sekretarisnya sendiri. Namanya langsung meredup drastis!. Yang seorang lagi, setelah diterpa sebuah kasus pernikahan Siri, setahun setelahnya da’I hebat ini meninggal Karena serangan jantung.

Seorang Trainer yang kira kira 10 tahun lalu membuat acara televisi bertema kebahagiaan dalam keluarga, ternyata beberapa tahun kemudian bercerai dengan istrinya.Padahal beliau ini bisa membaca pikiran orang! Bandler  dan Grinder yang mengajarkan tentang Rapport Building juga kalah dengan cobaan terhadap ilmunya sendiri. Konon kabarnya Anthony Robbins juga bercerai . Waaaah….

Seorang ibu pernah benci sekali pada suku Mandailing dan akhirnya beliau memiliki suami yang bersuku Mandailing dan merasa menderita karenanya. Ada lagi teman yang sangat benci sama orang Aceh dan akhirnya kebenciannya yang sangat kuat itu selalu membawanya untuk selalu ditipu orang Aceh. Anda sudah paham maksud saya kan? Ini tak ada kaitannya dengan RASISME, ini hanya menjelaskan fenomena Hukum Timbal balik yang terjadi.

Saya bisa memberikan banyak lagi contoh pengaruh apapun yang dimasa lalu kita lakukan maka akan kembali pada kita pada waktu yang sangat pas, spesifik dan sangat tepat. Tanpa Terkecuali!

Yang coba saya sampaikan disini adalah metode terapi apapun sebaiknya diletakkan pada tempatnya. Tidak sebagai pengganti Tuhan yang Maha penyembuh melainkan perantara Tuhan dalam menyampaikan kasihNya yang berupa kesembuhan. Dan sebaiknya kita memang mengakui bahwa terapis juga manusia. mereka itu hanya manusia yang berikhtiar penuh untuk bisa menyembuhkan diri anda. Dan belum tentu ilmu mereka itu mempan untuk mereka sendiri karena pengaruh 'karma' masa lalu ternyata sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan penyakit jika susah sekali sembuhnya.

Lalu apa ndk perlu belajar terapi? ya nggak lah, metode terapi perlu dipelajari namun dasarkan ia dengan Tuhan. Bisa jadi metode itu adalah alat penyampai kesembuhan dariiNya. Silakan berikhtiar sedaya mampu sambil tetap menghormati tradisi penyembuhan lain sebagai warna dan pelengkap metode penyembuhan agar bisa menolong orang sebanyak mungkin. Sebagai investasi kita dunia akhirat. Amiiiin...

Nah solusinya bagaimana?

(to be continued.....)

Nantikanlah :

Sampai bertemu :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar